Hubungan
Tingkat Kebugaran Jasmani Terhadap Kemampuan Aklimatisasi Pendaki Gunung Di
Atas Ketinggian 3000 Meter Dari Permukaan Laut
Fahmy
Fadlily S
Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan tingkat kebugaran
jasmani terhadap kemampuan beraklimatisasi pendaki gunung diatas ketinggian
3000 meter dari permukaan laut. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode penelitian deskriptif. Untuk mencari keeratan
hubungan dengan sampel pendaki gunung anggota Pamor yang melakukan pendakian
pendakian ke ketinggian 3000 m.dpl yang meliputi dua variabel yaitu variabel X
tingkat kebugaran jasmani dan variabel Y kemampuan aklimatisasi. Alat pengumpul
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes lari multi tahap (bleep test) untuk mengukur tingkat
kebugaran jasmani dan tes analisa gejala AMS
untuk mengukur kemampuan aklimatisasi. Hasil pengolahan data menunjukan
bahwa terdapat hubungan tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi
yang dii tunjukan dengan nilai koefisien korelasi antara dua variabel 0,185
yang setelah di uji menunjukan hasil yang tidak signifikan meskipun demikian
tetap memiliki hubungan sekalipun sangat kecil. Kesimpulan dari hasil
penelitian tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kebugaran
jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung PAMOR di atas ketinggian
3000 m.dpl. Yang ditunjukan dengan nilai tes antara tes kebugaran jasmani
menggunakan bleep test dengan tes
kemampuan aklimatisasi menggunakan analisis gejala AMS dimana korelasi antara
dua variabel tersebut terdapat pada daerah korelasi yang sangat rendah.
Kata
kunci : Tingkat kebugaran jasmani, Kemampuan aklimtisasi pendaki gunung
PENDAHULUAN
Olahraga mendaki gunung mempunyai nilai positif untuk menyalurkan
minat dan bakat generasi muda yang senantiasa menginginkan hal-hal baru.
Melalui olahraga mendaki gunung ini generasi muda akan berkembang secara spontan
dan dapat dipacu untuk memberikan rangsangan kepada jiwa muda yang suka akan
tantangan, keuletan dan ketangkasan serta kemampuan untuk menghadapi
tantangan melalui kegiatan yang
positif.
Strategi untuk mencapai
keberhasilan dalam kegiatan mendaki gunung sangatlah diperlukan melalui
perencanaan yang matang dan faktor-faktor yang mendukung keberhasilan suatu
pendakian gunung, diantaranya adalah faktor fisik seorang pendaki gunung. Pendaki
gunung yang mempunyai tingkat kebugaran jasmani yang baik dapat melakukan suatu
pendakian tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Banyak pendaki gunung yang
belum sadar akan hal ini sehingga mengakibatkan suatu pendakian terhambat
karena kelelahan atau bahkan terjadi kecelakaan karena hilangnya konsentrasi
saat melewati jalur yang curam karena staminanya telah habis. Faktor lainnya
adalah sikap mental dari seorang pendaki gunung. Mental sekuat baja diperlukan
oleh setiap pendaki gunung karena di pegunungan kita akan menghadapi berbagai
situasi dan kondisi yang tidak terduga seperti perubahan cuaca yang ekstrim,
jalur-jalur pendakian yang terjal, bahkan tersesat sekalipun.
Collin Mortlock (1994) seorang pakar pendidikan alam
terbuka yang dikutip oleh tim penulis Diktat Wanadri (1993:3), menjelaskan
katagori kemampuan yang harus dimiliki oleh penggiat di alam terbuka sebagai
berikut:
1. Kemampuan
teknis, yang berhubungan dengan ritme dan keseimbangan gerakan serta efesiensi
penggunaan perlengkapan.
2. Kemampuan
kebugaran, mencakup kebugaran spesifik yang di butuhkan oleh kegiatan tertentu,
kebugaran jantung dan sirkulasinya, serta kemampuan pengkondisian tubuhnya
terhadap tekanan lingkungan alam.
3. Kemampuan
kemanusiaan, yaitu pengembangan sikap positif ke segala asfek untuk
meningkatkan kemampuan. Hal ini mencakup determinasi, percaya diri, kesabaran,
konsentrasi, analisa diri, kemandirian, serta kemampuan untuk memimpin dan
dipimpin.
4. Kemampuan
pemahaman lingkungan, yaitu pengembangan kewaspadaan terhadap bahaya dari
lingkungan yang spesifik.
Dari penjelasan tersebut menggambarkan bahwa untuk menjadi seorang pendaki gunung diperlukan
beberapa persyaratan yang harus dimiliki dan melekat pada diri seorang pendaki.
Persyaratan tersebut antara lain kemampuan untuk memilih, mengatur, menggunakan
perlengkapan dan perbekalan, pemahaman lingkungan serta kemampuan fisik yang
baik.
Tingkat
kebugaran jasmani yang baik dapat dapat mempermudah kita dalam melakukan suatu
perjalanan mendaki gunung selain itu juga dapat mempermudah dalam proses
aklimatisasi (penyesuaian kondisi tubuh terhadap menipisnya kadar oksigen
akibat penambahan ketinggian) dengan lingkungan dan suhu pegunungan yang
ekstrim. Samakin baik tingkat kebugaran jasmani seorang pendaki gunung maka
samakin cepat pula proses aklimatisasinya. Pentingnya proses aklimatisasi bagi
seiorang pendaki gunung adalah untuk mengurangi resiko terkena penyakit gunung
akut yang akan menghambat pada kegiatan mendaki gunung pada stadium yang lebih
lanjut penyakit gunung akut akan menyebabkan penderitanya mengalami kemungkinan
yang sangat buruk yaitu kematian. Oleh karena itu sangatlah penting ketika kita
mendaki gunung terlebih dahulu melakukan proses aklimatisasi untuk penyesuaian
tubuh dan membaiknya performa tubuh di ketinggiaan. Seperti yang di ungkapkan
James (2006: 25) bahwa:
“kebanyakan
pendaki gunung mengalami acute mountain
sickness (AMS) pada ketinggian 3000 m.dpl ke atas. Aturan yang paling umum adalah
mendaki secara bertahap (graded ascend), direkomendasikan mendaki 300 m perhari
dengan istirahat tiap hari ke-3 (atau tiap 1000m). jika terdapat gejala AMS
segera hentikan pendakian”.
Dari
penjelasan tersebut penulis menyimpulkan bahwa sangatlah penting untuk mendaki
secara bertahap dan tidak terburu-buru karena akan menimbulkan efek yang sangat
fatal. proses aklimatisasi akan membantu seorang pendaki untuk terbiasa dengan
lingkungan pegunungan.
METODE
Salah
satu metode penelitian yang sering digunakan dalam penelitian adalah metode
deskriptif. Mengenai metode ini Arikunto (2002:309) mengatakan bahwa:
“penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mewujudkan untuk mengumpulkan
informasi mengenai suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa
adanya pada suatu penelitian yang dilakukan”.
Populasi
dan Sampel
Populasi
dalam penelitian ini adalah pendaki gunung dari anggota organisasi PAMOR. Sampel
penelitian ini menggunakan purposive sample, pada penelitian ini tujuan penulis mengambil sampel
35% karena tidak semua populasi memenuhi syarat yang ditentukan. Maka sampel
yang diambil adalah 11 orang dari 30 orang pendaki gunung anggota PAMOR.
Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian menggunakan beberapa tes untuk
mengukur tingkat kebugaran jasmani pendaki gunung, observasi dan tes kemampuan
aklimatisasi dengan menganalisa gejala-gejala AMS dengan AMS Worksheet
Pengolahan dan Analisis data
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data
penelitian ini adalah (1) Penghitungan Jumlah Skor, Rata-rata dan Simpangan
Baku; (2) Uji Normalitas; (3) Uji Homogenitas; (4) Uji Korelasi Antar Variabel
(Nurhasan 2005:51).
HASIL
: Rangkuman Hasil
Perhitungan Nilai Rata-rata() Dan
Simpangan Baku (S) Tiap Variabel Setelah Diubah dengan T-Skor
Data tersebut
menunjukkan bahwa jumlah skor yang didapatkan oleh sampel melakukan tes
kebugaran adalah 556,0879,
dan rata-rata yang
didapat dari jumlah keseluruhan adalah 50,5 serta simpangan bakunya adalah 8,878. Sedangkan data yang
didapat dari pengumpulan data menggunakan tes variabel aklimatisasi (AMS)
adalah sebanyak 491,6126, rata-rata setiap jumlah tes AMS yaitu 44,692, dan
simpangan baku yang didapat adalah 9,8122.
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diuraikan bahwa
batas kritis penerimaan dan penolakan Hipotesisnya dengan ketentuan F adalah
1,22 dengan dk pembilangnya = 11 - 1 = 10 dan dk penyebutnya = 11 - 1 = 10
serta taraf kesalahan dengan α adalah 0.05 dari daftar distribusi tabel F maka
nilai Fα adalah 2,97. Oleh karena itu berdasarkan ketentuan penerimaan
hipotesis yaitu F (1,22) < Fα (2,97) maka hipotesis diterima. Jadi,
kesimpulannya bahwa hubungan kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi
sama (Homogen).
Tabel 4:
Skor Penghitungan Korelasi Dengan Skor Berpasangan
Sampel
|
Tes X
|
Tes Y
|
X1
|
Y1
|
|
![]() |
|
1
|
37.88772079
|
27.6181554
|
-6.1606499
|
-0.5307947
|
37.953607
|
0.2817431
|
3.2700405
|
2
|
42.30226069
|
27.6181554
|
-1.3244068
|
4.3348237
|
1.7540534
|
18.790696
|
5.7410699
|
3
|
44.61975819
|
38.3225158
|
-3.5727253
|
4.3348237
|
12.764366
|
18.790696
|
-15.487134
|
4
|
45.49068792
|
44.1612579
|
-2.8463454
|
4.3348237
|
8.1016824
|
18.790696
|
12.338406
|
5
|
48.52527744
|
49.0268763
|
16.143298
|
-17.073897
|
260.60608
|
291.51797
|
275.62902
|
6
|
48.18247822
|
49.0268763
|
14.137106
|
-17.073897
|
199.85778
|
291.51797
|
-241.3755
|
7
|
49.04721609
|
49.0268763
|
-2.1891447
|
4.3348237
|
4.7923544
|
18.790696
|
-9.4895561
|
8
|
52.60993612
|
49.0268763
|
5.9393913
|
15.039184
|
35.276369
|
226.17706
|
89.3236
|
9
|
56.31101421
|
49.0268763
|
-2.880935
|
4.3348237
|
8.2997863
|
18.790696
|
-12.488345
|
10
|
64.50872923
|
49.0268763
|
2.2383132
|
-6.3695368
|
5.0100461
|
40.570999
|
-14.257019
|
11
|
66.51492109
|
59.7312368
|
-19.483902
|
4.3348237
|
379.62244
|
18.790696
|
84.45928
|
Jumlah
|
556
|
491.612579
|
954.039
|
962.81
|
177.664
|
||
Rata-Rata
|
50.54545455
|
44.6920527
|
|||||
S
|
8.878305959
|
9.81228779
|
Jadi korelasi antara tingkat kebugaran jasmani
dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian
3000 m.dpl adalah 0,185. Selanjutnya menentukan t hitung dengan penghitungan
sebagai berikut:
a. Ho:
Tidak terdapat hubungan tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi
pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl
b. H1:
Terdapat hubungan yang signifikan hubungan tingkat kebugaran jasmani dengan
kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000
m.dpl
c. Kesimpulannya:
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kebugaran jasmani dengan
kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000
m.dpl.
PEMBAHASAN
Setelah
dilakukan analisa dan pengolahan data dengan menggunakan teori statistik,
ditemukan beberapa hal tentang tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan
aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl, dengan
hasil bahwa terdapat hubungan yang sangat rendah antara tingkat kebugaran
jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas
ketinggian 3000 m.dpl ditunjukan dengan hasil aklimatisasi yang menunjukan
rata-rata sampel termasuk terkena gejala
AMS ringan. Hal tersebut terjadi karena kebugaran yang dimiliki tiap sampel
rata-rata baik.
Walaupun
terdapat hubungan yang sangat rendah antara tingkat kebugaran jasmani dengan
kemampuan aklimatisasi bukan berarti kebugaran jasmani tidak di perlukan dalam
kegiatan mendaki gunung khususnya dalam proses aklimatisasi di ketinggian.
Tetapi tingkat kebugaran jasmani akan berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya
proses beraklimatisasi para pendaki gunung diketinggian.
Kegiatan
mendaki gunung tidak bisa dilakukan dengan perencanan yang asal-asalan karena
merupakan olahraga yang memerlukan fisik, mental, dan perencanaan yang matang.
Orang yang sudah berpengalaman dan ahli pun selalu mempersiapkan ketiga aspek
tersebut secara matang karena cuaca yang akan dihadapi ketika mendaki gunung
sangatlah tidak bisa ditebak dan ekstrem serta faktor bahaya subjektif dan
bahaya objektif yang akan timbul pada saat mendaki gunung dan orang yang
memiliki kebugaran jasmani yang baik pun masih terkena dampak AMS sehingga sangat penting
mempersiapkan kondisi fisik ketika akan melakukan pendakian gunung.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pengolahan dan analisis data pada Bab IV, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan dari hasil penelitian. Hal tersebut berdasarkan fakta dan data yang
ada yang penulis peroleh di lapangan. Dengan kata lain, penarikan kesimpulan
harus didasarkan pada pengolahan data yang telah dilakukan , bukan atas
angan-angan atau keinginan peneliti. Adapun kesimpulan yang dapat dikemukakan
berdasarkan pengolahan data pada Bab IV adalah: “Tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat kebugaran jasmani dengan
kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000
m.dpl. yang ditunjukan dengan nilai tes antara tes
kebugaran jasmani menggunakan Bleep Test
dengan tes kemampuan aklimatisasi (AMS) dimana korelasi antara dua variabel
tersebut terdapat pada daerah korelasi yang sangat rendah” .
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Ilmiah Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
James.
(2006). First Aid & Mountain Rescue edisi revisi, Jakarta:
LEMDIKNAS.
Nurhasan
dan Hasanudin. (2007). Tes dan Pengukuran keolahragaan, Bandung:
FPOK UPI.
Tim
penulis Wanadri (1993:3) Diktat Wanadri, Bandung.
Tarigan
(2009:46) Optimalisasi Pendidikan
Jasmani dan Olahraga Berlandaskan Ilmu Faal (Sebuah Analisis Kritis),Bandung:
FPOK UPI