About Me

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 17 April 2016

Hubungan Tingkat Kebugaran Jasmani Terhadap Kemampuan Aklimatisasi Pendaki Gunung Di Atas Ketinggian 3000 Mdpl

Hubungan Tingkat Kebugaran Jasmani Terhadap Kemampuan Aklimatisasi Pendaki Gunung Di Atas Ketinggian 3000 Meter Dari Permukaan Laut

Fahmy Fadlily S
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan tingkat kebugaran jasmani terhadap kemampuan beraklimatisasi pendaki gunung diatas ketinggian 3000 meter dari permukaan laut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian deskriptif. Untuk mencari keeratan hubungan dengan sampel pendaki gunung anggota Pamor yang melakukan pendakian pendakian ke ketinggian 3000 m.dpl yang meliputi dua variabel yaitu variabel X tingkat kebugaran jasmani dan variabel Y kemampuan aklimatisasi. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes lari multi tahap (bleep test) untuk mengukur tingkat kebugaran jasmani dan tes analisa gejala AMS untuk mengukur kemampuan aklimatisasi. Hasil pengolahan data menunjukan bahwa terdapat hubungan tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi yang dii tunjukan dengan nilai koefisien korelasi antara dua variabel 0,185 yang setelah di uji menunjukan hasil yang tidak signifikan meskipun demikian tetap memiliki hubungan sekalipun sangat kecil. Kesimpulan dari hasil penelitian tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl. Yang ditunjukan dengan nilai tes antara tes kebugaran jasmani menggunakan bleep test dengan tes kemampuan aklimatisasi menggunakan analisis gejala AMS dimana korelasi antara dua variabel tersebut terdapat pada daerah korelasi yang sangat rendah.

Kata kunci : Tingkat kebugaran jasmani, Kemampuan aklimtisasi pendaki gunung


PENDAHULUAN
Olahraga mendaki gunung  mempunyai nilai positif untuk menyalurkan minat dan bakat generasi muda yang senantiasa menginginkan hal-hal baru. Melalui olahraga mendaki gunung ini generasi muda akan berkembang secara spontan dan dapat dipacu untuk memberikan rangsangan kepada jiwa muda yang suka akan tantangan, keuletan dan ketangkasan serta kemampuan untuk menghadapi tantangan   melalui kegiatan yang positif.
Strategi untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan mendaki gunung sangatlah diperlukan melalui perencanaan yang matang dan faktor-faktor yang mendukung keberhasilan suatu pendakian gunung, diantaranya adalah faktor fisik seorang pendaki gunung. Pendaki gunung yang mempunyai tingkat kebugaran jasmani yang baik dapat melakukan suatu pendakian tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Banyak pendaki gunung yang belum sadar akan hal ini sehingga mengakibatkan suatu pendakian terhambat karena kelelahan atau bahkan terjadi kecelakaan karena hilangnya konsentrasi saat melewati jalur yang curam karena staminanya telah habis. Faktor lainnya adalah sikap mental dari seorang pendaki gunung. Mental sekuat baja diperlukan oleh setiap pendaki gunung karena di pegunungan kita akan menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang tidak terduga seperti perubahan cuaca yang ekstrim, jalur-jalur pendakian yang terjal, bahkan tersesat sekalipun.
Collin Mortlock (1994) seorang pakar pendidikan alam terbuka yang dikutip oleh tim penulis Diktat Wanadri (1993:3), menjelaskan katagori kemampuan yang harus dimiliki oleh penggiat di alam terbuka sebagai berikut:

1.   Kemampuan teknis, yang berhubungan dengan ritme dan keseimbangan gerakan serta efesiensi penggunaan perlengkapan.
2.   Kemampuan kebugaran, mencakup kebugaran spesifik yang di butuhkan oleh kegiatan tertentu, kebugaran jantung dan sirkulasinya, serta kemampuan pengkondisian tubuhnya terhadap tekanan lingkungan alam.
3.   Kemampuan kemanusiaan, yaitu pengembangan sikap positif ke segala asfek untuk meningkatkan kemampuan. Hal ini mencakup determinasi, percaya diri, kesabaran, konsentrasi, analisa diri, kemandirian, serta kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.
4.   Kemampuan pemahaman lingkungan, yaitu pengembangan kewaspadaan terhadap bahaya dari lingkungan yang spesifik.

Dari penjelasan tersebut menggambarkan bahwa untuk menjadi seorang pendaki gunung  diperlukan beberapa persyaratan yang harus dimiliki dan melekat pada diri seorang pendaki. Persyaratan tersebut antara lain kemampuan untuk memilih, mengatur, menggunakan perlengkapan dan perbekalan, pemahaman lingkungan serta kemampuan fisik yang baik.
Tingkat kebugaran jasmani yang baik dapat dapat mempermudah kita dalam melakukan suatu perjalanan mendaki gunung selain itu juga dapat mempermudah dalam proses aklimatisasi (penyesuaian kondisi tubuh terhadap menipisnya kadar oksigen akibat penambahan ketinggian) dengan lingkungan dan suhu pegunungan yang ekstrim. Samakin baik tingkat kebugaran jasmani seorang pendaki gunung maka samakin cepat pula proses aklimatisasinya. Pentingnya proses aklimatisasi bagi seiorang pendaki gunung adalah untuk mengurangi resiko terkena penyakit gunung akut yang akan menghambat pada kegiatan mendaki gunung pada stadium yang lebih lanjut penyakit gunung akut akan menyebabkan penderitanya mengalami kemungkinan yang sangat buruk yaitu kematian. Oleh karena itu sangatlah penting ketika kita mendaki gunung terlebih dahulu melakukan proses aklimatisasi untuk penyesuaian tubuh dan membaiknya performa tubuh di ketinggiaan. Seperti yang di ungkapkan James (2006: 25) bahwa:
“kebanyakan pendaki gunung mengalami acute mountain sickness (AMS) pada ketinggian 3000 m.dpl ke atas. Aturan yang paling umum adalah mendaki secara bertahap (graded ascend), direkomendasikan mendaki 300 m perhari dengan istirahat tiap hari ke-3 (atau tiap 1000m). jika terdapat gejala AMS segera hentikan pendakian”.
Dari penjelasan tersebut penulis menyimpulkan bahwa sangatlah penting untuk mendaki secara bertahap dan tidak terburu-buru karena akan menimbulkan efek yang sangat fatal. proses aklimatisasi akan membantu seorang pendaki untuk terbiasa dengan lingkungan pegunungan.

METODE
Salah satu metode penelitian yang sering digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Mengenai metode ini Arikunto (2002:309) mengatakan bahwa: “penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mewujudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada suatu penelitian yang dilakukan”.

Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pendaki gunung dari anggota organisasi PAMOR. Sampel penelitian ini menggunakan purposive sample, pada penelitian ini tujuan penulis mengambil sampel 35% karena tidak semua populasi memenuhi syarat yang ditentukan. Maka sampel yang diambil adalah 11 orang dari 30 orang pendaki gunung anggota PAMOR.

Instrumen Penelitian
               Instrumen dalam penelitian menggunakan beberapa tes untuk mengukur tingkat kebugaran jasmani pendaki gunung, observasi dan tes kemampuan aklimatisasi dengan menganalisa gejala-gejala AMS dengan AMS Worksheet



Pengolahan dan Analisis data
              
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data penelitian ini adalah (1) Penghitungan Jumlah Skor, Rata-rata dan Simpangan Baku; (2) Uji Normalitas; (3) Uji Homogenitas; (4) Uji Korelasi Antar Variabel (Nurhasan 2005:51).

HASIL
         

: Rangkuman Hasil Perhitungan Nilai Rata-rata() Dan Simpangan Baku (S) Tiap Variabel Setelah Diubah dengan T-Skor
Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah skor yang didapatkan oleh sampel melakukan tes kebugaran adalah 556,0879, dan rata-rata yang didapat dari jumlah keseluruhan adalah 50,5 serta simpangan bakunya adalah 8,878. Sedangkan data yang didapat dari pengumpulan data menggunakan tes variabel aklimatisasi (AMS) adalah sebanyak 491,6126, rata-rata setiap jumlah tes AMS yaitu 44,692, dan simpangan baku yang didapat adalah 9,8122.
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diuraikan bahwa batas kritis penerimaan dan penolakan Hipotesisnya dengan ketentuan F adalah 1,22 dengan dk pembilangnya = 11 - 1 = 10 dan dk penyebutnya = 11 - 1 = 10 serta taraf kesalahan dengan α adalah 0.05 dari daftar distribusi tabel F maka nilai Fα adalah 2,97. Oleh karena itu berdasarkan ketentuan penerimaan hipotesis yaitu F (1,22) < Fα (2,97) maka hipotesis diterima. Jadi, kesimpulannya bahwa hubungan kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi sama (Homogen).
Tabel 4: Skor Penghitungan Korelasi Dengan Skor Berpasangan

Sampel
Tes X
Tes Y
X1
Y1


1
37.88772079
27.6181554
-6.1606499
-0.5307947
37.953607
0.2817431
3.2700405
2
42.30226069
27.6181554
-1.3244068
4.3348237
1.7540534
18.790696
5.7410699
3
44.61975819
38.3225158
-3.5727253
4.3348237
12.764366
18.790696
-15.487134
4
45.49068792
44.1612579
-2.8463454
4.3348237
8.1016824
18.790696
12.338406
5
48.52527744
49.0268763
16.143298
-17.073897
260.60608
291.51797
275.62902
6
48.18247822
49.0268763
14.137106
-17.073897
199.85778
291.51797
-241.3755
7
49.04721609
49.0268763
-2.1891447
4.3348237
4.7923544
18.790696
-9.4895561
8
52.60993612
49.0268763
5.9393913
15.039184
35.276369
226.17706
89.3236
9
56.31101421
49.0268763
-2.880935
4.3348237
8.2997863
18.790696
-12.488345
10
64.50872923
49.0268763
2.2383132
-6.3695368
5.0100461
40.570999
-14.257019
11
66.51492109
59.7312368
-19.483902
4.3348237
379.62244
18.790696
84.45928
Jumlah
556
491.612579
954.039
962.81
177.664
Rata-Rata
50.54545455
44.6920527

S
8.878305959
9.81228779


Jadi korelasi antara tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl adalah 0,185. Selanjutnya menentukan t hitung dengan penghitungan sebagai berikut:
a.    Ho: Tidak terdapat hubungan tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl
b.    H1: Terdapat hubungan yang signifikan hubungan tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl
c.    Kesimpulannya: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl.

PEMBAHASAN
Setelah dilakukan analisa dan pengolahan data dengan menggunakan teori statistik, ditemukan beberapa hal tentang tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl, dengan hasil bahwa terdapat hubungan yang sangat rendah antara tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl ditunjukan dengan hasil aklimatisasi yang menunjukan rata-rata sampel termasuk terkena gejala AMS ringan. Hal tersebut terjadi karena kebugaran yang dimiliki tiap sampel rata-rata baik.
Walaupun terdapat hubungan yang sangat rendah antara tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi bukan berarti kebugaran jasmani tidak di perlukan dalam kegiatan mendaki gunung khususnya dalam proses aklimatisasi di ketinggian. Tetapi tingkat kebugaran jasmani akan berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya proses beraklimatisasi para pendaki gunung diketinggian.
Kegiatan mendaki gunung tidak bisa dilakukan dengan perencanan yang asal-asalan karena merupakan olahraga yang memerlukan fisik, mental, dan perencanaan yang matang. Orang yang sudah berpengalaman dan ahli pun selalu mempersiapkan ketiga aspek tersebut secara matang karena cuaca yang akan dihadapi ketika mendaki gunung sangatlah tidak bisa ditebak dan ekstrem serta faktor bahaya subjektif dan bahaya objektif yang akan timbul pada saat mendaki gunung dan orang yang memiliki kebugaran jasmani yang baik pun masih terkena dampak AMS sehingga sangat penting mempersiapkan kondisi fisik ketika akan melakukan pendakian gunung.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data pada Bab IV, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dari hasil penelitian. Hal tersebut berdasarkan fakta dan data yang ada yang penulis peroleh di lapangan. Dengan kata lain, penarikan kesimpulan harus didasarkan pada pengolahan data yang telah dilakukan , bukan atas angan-angan atau keinginan peneliti. Adapun kesimpulan yang dapat dikemukakan berdasarkan pengolahan data pada Bab IV adalah: “Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl. yang ditunjukan dengan nilai tes antara tes kebugaran jasmani menggunakan Bleep Test dengan tes kemampuan aklimatisasi (AMS) dimana korelasi antara dua variabel tersebut terdapat pada daerah korelasi yang sangat rendah” .
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Ilmiah Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
James. (2006). First Aid & Mountain Rescue edisi revisi, Jakarta: LEMDIKNAS.
Nurhasan dan Hasanudin. (2007). Tes dan Pengukuran keolahragaan, Bandung: FPOK UPI.
Tim penulis Wanadri (1993:3) Diktat Wanadri, Bandung.
Tarigan (2009:46)  Optimalisasi Pendidikan Jasmani dan Olahraga Berlandaskan Ilmu Faal (Sebuah Analisis Kritis),Bandung: FPOK UPI





Hubungan Tingkat Kebugaran Jasmani Terhadap Kemampuan Aklimatisasi Pendaki Gunung Di Atas Ketinggian 3000 Mdpl

Hubungan Tingkat Kebugaran Jasmani Terhadap Kemampuan Aklimatisasi Pendaki Gunung Di Atas Ketinggian 3000 Meter Dari Permukaan Laut

Fahmy Fadlily S
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan tingkat kebugaran jasmani terhadap kemampuan beraklimatisasi pendaki gunung diatas ketinggian 3000 meter dari permukaan laut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian deskriptif. Untuk mencari keeratan hubungan dengan sampel pendaki gunung anggota Pamor yang melakukan pendakian pendakian ke ketinggian 3000 m.dpl yang meliputi dua variabel yaitu variabel X tingkat kebugaran jasmani dan variabel Y kemampuan aklimatisasi. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes lari multi tahap (bleep test) untuk mengukur tingkat kebugaran jasmani dan tes analisa gejala AMS untuk mengukur kemampuan aklimatisasi. Hasil pengolahan data menunjukan bahwa terdapat hubungan tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi yang dii tunjukan dengan nilai koefisien korelasi antara dua variabel 0,185 yang setelah di uji menunjukan hasil yang tidak signifikan meskipun demikian tetap memiliki hubungan sekalipun sangat kecil. Kesimpulan dari hasil penelitian tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl. Yang ditunjukan dengan nilai tes antara tes kebugaran jasmani menggunakan bleep test dengan tes kemampuan aklimatisasi menggunakan analisis gejala AMS dimana korelasi antara dua variabel tersebut terdapat pada daerah korelasi yang sangat rendah.

Kata kunci : Tingkat kebugaran jasmani, Kemampuan aklimtisasi pendaki gunung


PENDAHULUAN
Olahraga mendaki gunung  mempunyai nilai positif untuk menyalurkan minat dan bakat generasi muda yang senantiasa menginginkan hal-hal baru. Melalui olahraga mendaki gunung ini generasi muda akan berkembang secara spontan dan dapat dipacu untuk memberikan rangsangan kepada jiwa muda yang suka akan tantangan, keuletan dan ketangkasan serta kemampuan untuk menghadapi tantangan   melalui kegiatan yang positif.
Strategi untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan mendaki gunung sangatlah diperlukan melalui perencanaan yang matang dan faktor-faktor yang mendukung keberhasilan suatu pendakian gunung, diantaranya adalah faktor fisik seorang pendaki gunung. Pendaki gunung yang mempunyai tingkat kebugaran jasmani yang baik dapat melakukan suatu pendakian tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Banyak pendaki gunung yang belum sadar akan hal ini sehingga mengakibatkan suatu pendakian terhambat karena kelelahan atau bahkan terjadi kecelakaan karena hilangnya konsentrasi saat melewati jalur yang curam karena staminanya telah habis. Faktor lainnya adalah sikap mental dari seorang pendaki gunung. Mental sekuat baja diperlukan oleh setiap pendaki gunung karena di pegunungan kita akan menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang tidak terduga seperti perubahan cuaca yang ekstrim, jalur-jalur pendakian yang terjal, bahkan tersesat sekalipun.
Collin Mortlock (1994) seorang pakar pendidikan alam terbuka yang dikutip oleh tim penulis Diktat Wanadri (1993:3), menjelaskan katagori kemampuan yang harus dimiliki oleh penggiat di alam terbuka sebagai berikut:

1.   Kemampuan teknis, yang berhubungan dengan ritme dan keseimbangan gerakan serta efesiensi penggunaan perlengkapan.
2.   Kemampuan kebugaran, mencakup kebugaran spesifik yang di butuhkan oleh kegiatan tertentu, kebugaran jantung dan sirkulasinya, serta kemampuan pengkondisian tubuhnya terhadap tekanan lingkungan alam.
3.   Kemampuan kemanusiaan, yaitu pengembangan sikap positif ke segala asfek untuk meningkatkan kemampuan. Hal ini mencakup determinasi, percaya diri, kesabaran, konsentrasi, analisa diri, kemandirian, serta kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.
4.   Kemampuan pemahaman lingkungan, yaitu pengembangan kewaspadaan terhadap bahaya dari lingkungan yang spesifik.

Dari penjelasan tersebut menggambarkan bahwa untuk menjadi seorang pendaki gunung  diperlukan beberapa persyaratan yang harus dimiliki dan melekat pada diri seorang pendaki. Persyaratan tersebut antara lain kemampuan untuk memilih, mengatur, menggunakan perlengkapan dan perbekalan, pemahaman lingkungan serta kemampuan fisik yang baik.
Tingkat kebugaran jasmani yang baik dapat dapat mempermudah kita dalam melakukan suatu perjalanan mendaki gunung selain itu juga dapat mempermudah dalam proses aklimatisasi (penyesuaian kondisi tubuh terhadap menipisnya kadar oksigen akibat penambahan ketinggian) dengan lingkungan dan suhu pegunungan yang ekstrim. Samakin baik tingkat kebugaran jasmani seorang pendaki gunung maka samakin cepat pula proses aklimatisasinya. Pentingnya proses aklimatisasi bagi seiorang pendaki gunung adalah untuk mengurangi resiko terkena penyakit gunung akut yang akan menghambat pada kegiatan mendaki gunung pada stadium yang lebih lanjut penyakit gunung akut akan menyebabkan penderitanya mengalami kemungkinan yang sangat buruk yaitu kematian. Oleh karena itu sangatlah penting ketika kita mendaki gunung terlebih dahulu melakukan proses aklimatisasi untuk penyesuaian tubuh dan membaiknya performa tubuh di ketinggiaan. Seperti yang di ungkapkan James (2006: 25) bahwa:
“kebanyakan pendaki gunung mengalami acute mountain sickness (AMS) pada ketinggian 3000 m.dpl ke atas. Aturan yang paling umum adalah mendaki secara bertahap (graded ascend), direkomendasikan mendaki 300 m perhari dengan istirahat tiap hari ke-3 (atau tiap 1000m). jika terdapat gejala AMS segera hentikan pendakian”.
Dari penjelasan tersebut penulis menyimpulkan bahwa sangatlah penting untuk mendaki secara bertahap dan tidak terburu-buru karena akan menimbulkan efek yang sangat fatal. proses aklimatisasi akan membantu seorang pendaki untuk terbiasa dengan lingkungan pegunungan.

METODE
Salah satu metode penelitian yang sering digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Mengenai metode ini Arikunto (2002:309) mengatakan bahwa: “penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mewujudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada suatu penelitian yang dilakukan”.

Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pendaki gunung dari anggota organisasi PAMOR. Sampel penelitian ini menggunakan purposive sample, pada penelitian ini tujuan penulis mengambil sampel 35% karena tidak semua populasi memenuhi syarat yang ditentukan. Maka sampel yang diambil adalah 11 orang dari 30 orang pendaki gunung anggota PAMOR.

Instrumen Penelitian
               Instrumen dalam penelitian menggunakan beberapa tes untuk mengukur tingkat kebugaran jasmani pendaki gunung, observasi dan tes kemampuan aklimatisasi dengan menganalisa gejala-gejala AMS dengan AMS Worksheet



Pengolahan dan Analisis data
              
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data penelitian ini adalah (1) Penghitungan Jumlah Skor, Rata-rata dan Simpangan Baku; (2) Uji Normalitas; (3) Uji Homogenitas; (4) Uji Korelasi Antar Variabel (Nurhasan 2005:51).

HASIL
         

: Rangkuman Hasil Perhitungan Nilai Rata-rata() Dan Simpangan Baku (S) Tiap Variabel Setelah Diubah dengan T-Skor
Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah skor yang didapatkan oleh sampel melakukan tes kebugaran adalah 556,0879, dan rata-rata yang didapat dari jumlah keseluruhan adalah 50,5 serta simpangan bakunya adalah 8,878. Sedangkan data yang didapat dari pengumpulan data menggunakan tes variabel aklimatisasi (AMS) adalah sebanyak 491,6126, rata-rata setiap jumlah tes AMS yaitu 44,692, dan simpangan baku yang didapat adalah 9,8122.
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diuraikan bahwa batas kritis penerimaan dan penolakan Hipotesisnya dengan ketentuan F adalah 1,22 dengan dk pembilangnya = 11 - 1 = 10 dan dk penyebutnya = 11 - 1 = 10 serta taraf kesalahan dengan α adalah 0.05 dari daftar distribusi tabel F maka nilai Fα adalah 2,97. Oleh karena itu berdasarkan ketentuan penerimaan hipotesis yaitu F (1,22) < Fα (2,97) maka hipotesis diterima. Jadi, kesimpulannya bahwa hubungan kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi sama (Homogen).
Tabel 4: Skor Penghitungan Korelasi Dengan Skor Berpasangan

Sampel
Tes X
Tes Y
X1
Y1


1
37.88772079
27.6181554
-6.1606499
-0.5307947
37.953607
0.2817431
3.2700405
2
42.30226069
27.6181554
-1.3244068
4.3348237
1.7540534
18.790696
5.7410699
3
44.61975819
38.3225158
-3.5727253
4.3348237
12.764366
18.790696
-15.487134
4
45.49068792
44.1612579
-2.8463454
4.3348237
8.1016824
18.790696
12.338406
5
48.52527744
49.0268763
16.143298
-17.073897
260.60608
291.51797
275.62902
6
48.18247822
49.0268763
14.137106
-17.073897
199.85778
291.51797
-241.3755
7
49.04721609
49.0268763
-2.1891447
4.3348237
4.7923544
18.790696
-9.4895561
8
52.60993612
49.0268763
5.9393913
15.039184
35.276369
226.17706
89.3236
9
56.31101421
49.0268763
-2.880935
4.3348237
8.2997863
18.790696
-12.488345
10
64.50872923
49.0268763
2.2383132
-6.3695368
5.0100461
40.570999
-14.257019
11
66.51492109
59.7312368
-19.483902
4.3348237
379.62244
18.790696
84.45928
Jumlah
556
491.612579
954.039
962.81
177.664
Rata-Rata
50.54545455
44.6920527

S
8.878305959
9.81228779


Jadi korelasi antara tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl adalah 0,185. Selanjutnya menentukan t hitung dengan penghitungan sebagai berikut:
a.    Ho: Tidak terdapat hubungan tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl
b.    H1: Terdapat hubungan yang signifikan hubungan tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl
c.    Kesimpulannya: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl.

PEMBAHASAN
Setelah dilakukan analisa dan pengolahan data dengan menggunakan teori statistik, ditemukan beberapa hal tentang tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl, dengan hasil bahwa terdapat hubungan yang sangat rendah antara tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl ditunjukan dengan hasil aklimatisasi yang menunjukan rata-rata sampel termasuk terkena gejala AMS ringan. Hal tersebut terjadi karena kebugaran yang dimiliki tiap sampel rata-rata baik.
Walaupun terdapat hubungan yang sangat rendah antara tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi bukan berarti kebugaran jasmani tidak di perlukan dalam kegiatan mendaki gunung khususnya dalam proses aklimatisasi di ketinggian. Tetapi tingkat kebugaran jasmani akan berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya proses beraklimatisasi para pendaki gunung diketinggian.
Kegiatan mendaki gunung tidak bisa dilakukan dengan perencanan yang asal-asalan karena merupakan olahraga yang memerlukan fisik, mental, dan perencanaan yang matang. Orang yang sudah berpengalaman dan ahli pun selalu mempersiapkan ketiga aspek tersebut secara matang karena cuaca yang akan dihadapi ketika mendaki gunung sangatlah tidak bisa ditebak dan ekstrem serta faktor bahaya subjektif dan bahaya objektif yang akan timbul pada saat mendaki gunung dan orang yang memiliki kebugaran jasmani yang baik pun masih terkena dampak AMS sehingga sangat penting mempersiapkan kondisi fisik ketika akan melakukan pendakian gunung.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data pada Bab IV, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dari hasil penelitian. Hal tersebut berdasarkan fakta dan data yang ada yang penulis peroleh di lapangan. Dengan kata lain, penarikan kesimpulan harus didasarkan pada pengolahan data yang telah dilakukan , bukan atas angan-angan atau keinginan peneliti. Adapun kesimpulan yang dapat dikemukakan berdasarkan pengolahan data pada Bab IV adalah: “Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kebugaran jasmani dengan kemampuan aklimatisasi pendaki gunung anggota PAMOR di atas ketinggian 3000 m.dpl. yang ditunjukan dengan nilai tes antara tes kebugaran jasmani menggunakan Bleep Test dengan tes kemampuan aklimatisasi (AMS) dimana korelasi antara dua variabel tersebut terdapat pada daerah korelasi yang sangat rendah” .
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Ilmiah Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
James. (2006). First Aid & Mountain Rescue edisi revisi, Jakarta: LEMDIKNAS.
Nurhasan dan Hasanudin. (2007). Tes dan Pengukuran keolahragaan, Bandung: FPOK UPI.
Tim penulis Wanadri (1993:3) Diktat Wanadri, Bandung.
Tarigan (2009:46)  Optimalisasi Pendidikan Jasmani dan Olahraga Berlandaskan Ilmu Faal (Sebuah Analisis Kritis),Bandung: FPOK UPI